Selasa, 21 Maret 2017

Pengaruh Inflasi saat Krisis Moneter

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2012
Vol. 17 (3): 145-152 
ISSN 0853 – 4217


Krisis Keuangan Global 2008-2009 dan Implikasinya pada Perekonomian Indonesia 

(2008-2009th Global Financial Crisis and Its Implications on Indonesian Economy)

Iman Sugema*


ABSTRAK

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008-2009 merupakan krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir, bahkan para ekonom dunia menyebutnya sebagai the mother of all crises. Krisis keuangan yang diawali dengan terjadinya subprime mortgage di Amerika Serikat ternyata berimbas ke krisis sektor finansial yang lebih dalam. Kondisi ini ternyata semakin memburuk, meluas, dan berkepanjangan serta tidak hanya dirasakan oleh perekonomian Amerika Serikat, tetapi juga dirasakan di berbagai negara termasuk Indonesia. Krisis finansial tersebut tidak hanya menghancurkan sendi-sendi sektor keuangan tetapi juga berdampak pada sektor rill domestik Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang komprehensif agar dapat diambil langkah-langkah strategis dalam rangka meminimumkan dampak krisis keuangan global tersebut. Secara terperinci, penelitian ini bertujuan menganalisis krisis keuangan global, sumber-sumber penyebabnya, bagaimana mekanisme terjadinya krisis, serta mengidentifikasi implikasi krisis terhadap sektor keuangan dan sektor riil, serta penyerapan tenaga kerja dan kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi dan tingkat pengangguran dari seharusnya. Jika tidak ada krisis, seharusnya tingkat pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran berada pada tingkat yang lebih baik. Selain itu ditemukan bahwa dampak krisis global relatif lebih kuat terhadap rumah tangga pedesaan daripada rumah tangga perkotaan. Namun karena pasar kerja di perdesaan lebih fleksibel, dampak krisis terhadap terhadap tingkat pengangguran pedesaan juga  relatif  lebih lemah.

Kata kunci: dampak krisis, krisis keuangan, pemulihan ekonomi

ABSTRACT

The global financial crisis that occurred in 2008-2009 was the worst financial crisis in 80 years, even the economists in the world called it as the mother of all crises. The subprime mortgage crisis in the United States eventually manifested into a world-wide financial crisis. No single country is free from the effects, including Indonesia. This study aims to analyze the global financial crisis, the sources of the cause, the mechanisms of the crisis emergence, and to identify the implications of the crisis on financial sector and real sector, as well as employment and poverty. The results showed that the country has a relatively high poverty rate and unemployment rate than it should. If there is no crisis, the level of poverty alleviation and reduction of unemployment should be at a better rate. In addition, it was found that the impact of the global crisis relatively stronger to the rural households than to urban households. Therefore, because the rural labor market is much more flexible than that in urban areas, the impact of global crisis on rural unemployment rates is relatively weaker as well.

Keywords: economic recovery, financial crisis, impact of crisis

PENDAHULUAN

Sejarah mencatat bahwa serangkaian krisis keuangan yang dialami berbagai negara secara destruktif telah merusak sendi-sendi perekonomian negara-negara tersebut. Sebagai contoh, sejak pertengahan tahun 1990-an hingga tahun 2001 telah terjadi krisis keuangan di sejumlah negara dalam tenggang waktu yang berbeda. Meksiko mengalami krisis pada tahun 1994 dan 1995, sementara negara-negara di kawasan Asia termasuk Indonesia mengalami krisis yang cukup parah pada tahun 1997 dan 1998. Pada saat hampir bersamaan, tahun 1998 Negara Rusia juga mengalami krisis. Demikian pula yang terjadi di Brazil pada tahun 1999 yang kemudian disusul Argentina dan Turki yang mengalami krisis keuangan pada tahun 2001. Hal ini memunculkan sejumlah pertanyaan sekaligus kekhawatiran bahwa krisis ini akan kembali terjadi. Namun, dimana dan kapan terjadinya serta seberapa besar dampaknya belum diketahui secara pasti.

Dugaan banyak pakar ekonomi dunia, diperkirakan bahwa Amerika merupakan salah satu negara yang mungkin diterpa krisis keuangan akibat defisit anggaran yang berkepanjangan serta dampak dari perkembangan industri propertinya. Faktanya, guncangan ekonomi Amerika yang dimulai pada pertengahan tahun 2007 sebagai akibat krisis kredit perumahan bermutu rendah atau yang lebih dikenal dengan kasus subprime mortgage ternyata berimbas ke  krisis  sektor  finansial  yang  lebih  dalam.  Hal itu ditandai dengan bangkrutnya sejumlah perusahaan lembaga keuangan internasional yang memiliki reputasi tidak diragukan seperti Lehman Brothers, AIG, Fannie Mae, Freddie Mac pada tahun 2008. Kondisi ini ternyata semakin memburuk, meluas, dan berkepanjangan karena tidak hanya dirasakan oleh perekonomian Amerika tetapi juga dirasakan di berbagai belahan dunia lainnya. Beberapa diantaranya adalah tumbangnya harga-harga saham hampir di seluruh belahan dunia serta kebangkrutan banyak lembaga keuangan baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Imbas krisis keuangan di Amerika pada akhirnya juga dirasakan oleh Indonesia. Keyakinan yang tinggi dari pemerintah Indonesia bahwa krisis di Amerika tidak akan berimbas kepada perekonomian Indonesia karena memiliki fundamental yang kuat ternyata tidak terbukti. Dalam beberapa kurun waktu terakhir imbas krisis Amerika sangat kuat dirasakan oleh bangsa Indonesia dan terlihat dari beberapa indikator sebagai berikut. Di antaranya ialah merosotnya indeks harga saham di BEI secara tajam, merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar US yang sudah menembus ambang batas psikologis, hingga sektor perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas dan bahkan Pemerintah sulit mencari pinjaman di pasar keuangan.

Selain itu, krisis keuangan yang semula hanya dialami Amerika pada prosesnya telah menjalar ke negara-negara lain dan berubah tidak hanya menjadi krisis keuangan yang berskala global tetapi mendorong terjadinya pelambatan ekonomi secara global. Hal tersebut selain berakibat pada melemahnya sektor keuangan, juga berimplikasi pada sektor riil. Sektor rill domestik yang berhubungan dengan sektor keuangan domestik, serta dengan sektor riil dan keuangan internasional melalui aktivitas ekspor impor dan pembiayaan sudah dapat merasakan dampak krisis keuangan dan pelambatan ekonomi global.

Dampak lanjutan dari krisis keuangan dan pelam- batan ekonomi bagi masyarakat juga sudah mulai dirasakan dalam beberapa kurun waktu terakhir. Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dalam aktivitas industri menjadi opsi kebijakan perusahaan dalam menghadapi kelesuan perekonomian. Sampai Juni 2009, Pemerintah menyatakan bahwa telah terjadi PHK sebanyak 57.000 karyawan sebagai dampak dari terjadinya krisis global 2008- 2009 (Republika 24 Juni 2009). Meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan menjadi serangkaian masalah sosial yang harus dihadapi masyarakat dan pemerintah sebagai dampak lanjutan dari krisis keuangan dan pelambatan ekonomi.

Penelitian ini pada intinya memaparkan dampak krisis finansial global terhadap sektor finansial dan sektor riil di Indonesia. Akan tetapi sebelum itu, dibahas pula sumber penyebab krisis serta dampaknya terhadap perekonomian global. Perlu diketahui bahwa dampak terhadap Indonesia disalurkan baik secara langsung maupun   tidak   langsung. Secara langsung adalah dalam bentuk spill-over dari pasar keuangan Amerika Serikat, terutama hal ini dirasakan oleh pasar modal. Dampak secara tidak langsung melalui melemahnya permintaan global yang dimani- festasikan dalam bentuk penurunan harga komoditas dunia dan turunnya permintaan ekspor Indonesia. Oleh karena itu, sebelum membahas mengenai dampak pada perekonomian Indonesiaperlu dijelaskan mengenai faktor-faktor global yang berdampak pada perekonomian domestik. Selain itu akan dibahas dampak akhirnya pada kemiskinan dan pengangguran.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh krisis keuangan tahun 2008 terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan serta mengidentifikasi faktor-faktor pe- nyebab dan faktor-faktor ekonomi yang rentan terhadap krisis. Tidak hanya itu, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dibuat suatu peringatan dini sehingga jika suatu saat terjadi lagi krisis yang sama, hal tersebut dapat diantisipasi dan tidak menimbulkan dampak yang fatal pada perekonomian negara.

Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam mencermati secara baik bagaimana gejala awal krisis terjadi serta antisipasi imbasnya pada perekonomian di Indonesia, khususnya yang melalui sektor keuangan. Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat memberi sumbangan berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang ekonomi dan juga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan khususnya langkah-langkah pemulihan perekonomian pascakrisis.

METODE PENELITIAN

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis computable general equilibrium (CGE) dan analisis microsimulation. Kedua jenis metode tersebut digunakan untuk secara komprehensif dan teliti menjelaskan bagaimana pada akhir- nya krisis keuangan global memiliki pengaruh pada perekonomian Indonesia.

Model CGE digunakan untuk menganalisis seberapa jauh krisis global memengaruhi sektor riil secara lebih terperinci. Dalam CGE digunakan social accoun- ting matrix yang dalam studi ini memiliki klasifikasi 24 sektor, 16 jenis pekerja, dan 10 grup rumah tangga. Dengan demikian tingkatan analisis dapat dibagi empat, yaitu (1) tingkat agregat perekonomian terutama PDB, inflasi, upah umum, suku bunga riil, nilai tukar, ekspor dan impor; (2) tingkat sektoral yang merefleksikan pengaruh pada setiap sektor yang tercermin  dari  perubahan  produksi  dan permintaan;
(3) tingkat rumah tangga yang merefleksikan bagaimana setiap kelompok rumah tangga dipenga- ruhi oleh situasi eksternal, dan (4) tingkat pemilik faktor yang dampaknya dapat dianalisis berdasarkan jenis kepemilikan faktor produksi. 

Analisis microsimulation merupakan kelanjutan dari model CGE; pengaruh dari krisis dapat dianalisis sampai unit terkecil, yakni rumah tangga. Dengan menggunakan data SUSENAS, kita dapat mensimu- lasi seberapa jauh krisis yang terjadi memengaruhi distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. 

Model CGE dan Microsimulation
Teori general equilibrium (GE) dalam ilmu ekonomi adalah teori yang menjelaskan keberadaan pasar sebagai suatu sistem dalam suatu perekonomian  yang terdiri atas beberapa macam pasar dan memiliki kaitan antara satu pasar dan pasar lainnya. Kaitan tersebut menyebabkan setiap perubahan pada satu pasar akan memengaruhi kinerja pasar lainnya. Teori GE ini pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras. Ia mengemukakan bahwa semua harga dan kuantitas barang di semua pasar ditentukan secara simultan melalui proses interaksi antara satu dan lainnya.

Model CGE dibangun untuk mensimulasi dampak sosial dan ekonomi padatiga skenario sebagai berikut:
1 Guncangan luar negeri seperti perubahan buruk dalam neraca perdagangan (contoh: kenaikan dalam harga minyak impor atau penurunan dalam harga barang ekspor utama domestik).
2 Perubahan dalam kebijakanekonomi seperti perubahan pajak dan subsidi terutama dalam sektor perdagangan.
3 Perubahan dalam struktur sosial dan ekonomi domestik seperti perubahan teknologi pertanian, redistribusi aset, dan formasi modal sumber daya manusia.

Secara keseluruhan, model CGE didefinisikan dalam bentuk riil. Tidak termasuk di dalamnya aset pasar, uang bersifat netral dan semua pihak membuat keputusan berdasarkan fungsi harga relatif. Model CGE dapat digambarkan dengan menentukan agen ekonomi dan perilakunya. 

1. Agen ekonomi dan perilakunya
Agen-agen dalam perekonomian merupakan pihak-pihak yang sudah diidentifikasi dalam model social accounting matrices (SAM) akan tetapi dengan aturan perilaku yang berbeda. Perbedaan perilaku tersebut terutama terkait dengan produsen (activity accounts), para pedagang the traders (commodity accounts), dan rumah tangga. Dalam model multiplier SAM, produsen memproduksi barang apapun yang diminta dan menggunakan factor-faktor produksi dalam proporsi yang tetap. Sementara itu, dalam CGE, produsen memiliki tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dan memilih tingkat produksi dan tingkat pembelian input berdasarkan harga. Dari sisi penawaran, produsen dapat memilih barang-barang mana yang ingin dijual dalam pasar domestic atau diekspor berdasarkan harga relative. 

Dalam SAM, impor dan produksi domestic merupakan bagian tetap dari penawaran domestic (commodity columns). Dalam CGE, produk-produk domestic dan impor bersifat subtitusi tidak sempurna dan komposisi penawaran domestik tergantung pada harga relatif. Dalam SAM, pengeluaran rumah tangga ditentukan berdasarkan bagian yang konstan. Sebaliknya, dalam CGE, rumah tangga bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan dan memilih tingkat konsumsi mereka berdasarkan pendapatan dan harga. Asumsi perilaku lainnya dalam CGE adalah tidak responsif terhadap harga.

2. Keseimbangan pasar
Dalam CGE, semua perhitungan merupakan variabel endogen, oleh karenanya harus selalu berada dalam keseimbangan. Beberapa agen ekonomi mampu menyeimbangkan anggaran mereka sendiri. Keseimbangan produsen ditentukan oleh ketersediaan tabungan. Namun, untuk perhitungan lainnya terkadang dibutuhkan rekonsiliasi antara penawaran independen dengan keputusan- permintaan (demand decisions). Biasanya hal ini muncul dalam kasus penawaran dan permintaan akan komoditas dalam pasar produk, penawaran dan permintaan akan faktor produksi dalam pasar faktor produksi, dan penawaran dan permintaan akan mata uang asing dalam pasar valuta asing.

3. Macroconstraint
Terdapat empat komponen utama makro ekonomi dalam CGE, yakni neraca pembayaran, keseimbangan tabungan dan investasi, belanja pemerintah, dan penawaran agregat atas faktor produksi primer.

4. Homogeneity dan numeraire
Asumsi perilaku dalam model CGE ialah agen- agen ekonomi biasanya merespons harga relatif dibandingkan harga absolut.

CGE pada model minimal meliputi sejumlah persamaan berikut ini: